Senin, 08 Agustus 2011

4 Tarekat

1. TAREKAT CHISYTIYAH
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti, 'orang Syria', lahir di awal abad kesepuluh. Ia keturunan Nabi Muhammad saw dan dinyatakan sebagai 'keturunan spritual' ajaran-ajaran batiniah Keluarga (Bani) Hasyim. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang Bertujuan').
Komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda, sebuah permulaan yang penting.
Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa, di mana chistu Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen serupa --semacam pelawak atau komedi keliling. Bisa jadi demikian, dalam kamus etimologi Barat menghubungkan istilah Latin gerere, 'melakukan', sebagai asal kata 'pelawak' yang kenyataannya adalah sosok jenaka, dan asal mula itu berkaitan dengan Chisti Afghanistan.
Pengaruh kaum Chisyti paling lama di India. Selama sembilanratus tahun terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh benua.

2. TAREKAT QADIRIYAH
'Jalan' ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia tahun 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.
Semua kaum darwis menggunakan bunga mawar (ward) sebagai suatu lencana dan simbol dari persamaan bunyi (rima) dari kata wird (latihan konsentrasi-mengingat Allah).
Abdul Qadir, pendiri tarekat Qadiriyah, termasuk dalam suatu peristiwa yang memberinya julukan Mawar dari Baghdad. Hal itu dikaitkan bahwa Baghdad telah demikian penuh dengan para guru kebatinan (mistik), ketika Abdul Qadir tiba di kota, maka diputuskan untuk mengiriminya sebuah pesan. Kaum mistik oleh karena itu mengirimkan kepadanya, di pinggiran kota, sebuah bejana yang diisi penuh dengan air. Maksudnya sudah jelas: "Cawan Baghdad sudah penuh".
Meski musim kemarau dan di luar musim, Abdul Qadir telah menghasilkan bunga mawar yang berkembang penuh, yang dia letakkan di atas air dalam bejana tersebut, menunjukkan kekuatannya yang luar biasa dan juga bahwa masih ada tempat bagi dirinya.
Ketika tanda-tanda ini telah dibawa kepada mereka, kumpulan kaum kebatinan tersebut berteriak, "Abdul Qadir adalah mawar kami," dan mereka pun cepat-cepat mengantarkannya ke kota.

3. TAREKAT SUHRAWARDIYAH
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi, mengikuti disiplin Sufi kuno, Junaid al-Baghdadi, dianggap sebagai pendiri tarekat ini pada abad kesebelas Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
India, Persia dan Afrika semuanya dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui metode dan tokoh-tokoh tarekat, kendati pengikut Suhrawardi ada diantara pecahan terbesar kelompok-kelompok Sufi.
Praktek-praktek mereka diubah dari kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk 'Persepsi terhadap Realitas'.
Bahan-bahan instruksi (pelajaran) tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya merupakan legenda atau fiksi. Bagaimanapun bagi penganut, mereka mengetahui materi-materi esensial untuk mempersiapkan dasar bagi pengalaman-pengalaman yang harus dijalani murid. Tanpa itu, diyakini, ada kemungkinan bahwa murid dengan sederhana mengembangkan keadaan pemikiran yang sudah berubah, yang membuatnya tidak cakap dalam kehidupan sehari-hari.

4. TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Sekolah darwis yang disebut Khajagan ('Para Guru') muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-kira 1389) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini. Setelah masanya, dikenal sebagai Rangkaian Naqsyabandi; 'Para Perancang', atau 'Para Guru Desain.'
Bahauddin menghabiskan waktu tujuh tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun memelihara binatang dan tujuh tahun dalam pembangunan jalan. Ia belajar di bawah bimbingan Baba as-Samasi yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktek Sufisme. Para syeikh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian. Sebagian karena tradisi 'Para Guru' bekerja sepenuhnya di dalam kerangka kerja sosial dan kultur di mana mereka bertugas, penganut Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai ummat Muslim yang taat.